Critical Review Penelitian Berjudul Konvergensi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Provinsi di Indonesia: Pendekatan Data Panel Dinamis Spasial
Critical Review penelitian berjudul "Konvergensi
Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Provinsi di Indonesia: Pendekatan Data
Panel Dinamis Spasial” oleh Hermada Dekiawan
BAB I RESUME JURNAL
1. ISU / FENOMENA
Konvergensi merupakan kondisi yang menggambarkan semakin kecilnya kesenjangan atau disparitas suatu variabel antarwilayah dalam periode tertentu. Dalam konteks perekonomian, Schmitt dan Starke (2011:3) menyatakan bahwa konvergensi membuat kondisi antar daerah dalam variabel tertentu akan semakin mirip. Semakin kecilnya kesenjangan tersebut dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu kesenjangan dalam pertumbuhan ekonomi serta kesenjangan dalam pendapatan perkapita (Barro dan Sala-i-Martin, 1992:224; Islam, 2003:313). Barro dan Sala-i-Martin (1992) serta Marques dan Soukiazis (1998:1) menyatakan bahwa konvergen mengandung arti terdapat hubungan negatif antara tingkat pendapatan mula-mula (initial income) dengan pertumbuhan ekonomi selama periode tertentu, sedangkan tingkat pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan per kapita.
Cakupan studi tentang konvergensi saat ini tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, namun juga tentang konvergensi pasar tenaga kerja (Estrada et al., 2012), atau konvergensi dalam desentralisasi fiskal (Skidmore et al., 2003; Coughlin et al., 2006; Sarue et al., 2007; Skidmoredan Deller, 2008). Berkaitan dengan desentralisasi fiskal, faktor utama yang menjadi pusat perhatian adalah kewenangan suatu daerah dalam hal pengelolaan pendapatan dan belanja. Belanja pemerintah pada dasarnya merefleksikan tahap-tahap pembangunan ekonomi dan dalam proses pembangunan, yang terdapat kecenderungan semakin besar (Skidmore et al., 2003:1).
Dalam pendapatan dan belanja pemerintah provinsi, perkembangan total pendapatan dan total belanja pemerintah provinsi sepanjang 2000-2012 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan realisasi total pendapatan dan total belanja APBD provinsi per tahun disajikan dalam grafik 1 di bawah ini.
GAMBAR
Secara keseluruhan, berdasarkan grafik 1 selama 2000-2012 rata-rata pertumbuhan pendapatan seluruh provinsi mencapai 20,79% sedangkan rata-rata pertumbuhan belanja mencapai 20,91%. Dengan demikian pertumbuhan pendapatan APBD provinsi yang tinggi diikuti oleh pertumbuhan belanja yang tinggi pula, bahkan beberapa provinsi memiliki rata-rata pertumbuhan belanja yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan pendapatan
2. TUJUAN
- Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui konvergensi penerimaan dan pengeluaran APBD provinsi di Indonesia dalam rentang waktu tahun 2000-2012 berdasarkan model konvergensi sigma dan konvergensi beta.
- Studi ini juga untuk mengukur sejauh mana efek spasial berperan dalam konvergensi pendapatan dan belanja pemerintah provinsi di Indonesia.
3. KONTRIBUSI TEORI
Dalam jurnal tersebut ada dua teori yang digunakan sebagai pisau analisa untuk mengetahui konvergensi penerimaan dan pengeluaran APBD provinsi di Indonesia yaitu Teori Konvergensi - Pertumbuhan Neoklasik dan Teori Konvergensi - Kebijakan Desentralisasi Fiskal. Selain itu pendekatan kedua teori tersebut dibatasi pada isu spasial atau dapat disebut dengan pendekatan data panel dinamis spasial. Adapun unsur spasial yang digunakan Spatial Lag Model (SLM) atau disebut juga dengan Spatial Autoregressive Model (SAM), serta Spatial Error Model (SEM).
4. TEORI-TEORI YANG DIGUNAKAN
a. Teori Konvergensi dan Pertumbuhan Neoklasik
Teori konvergensi yang didasarkan pada teori pertumbuhan neoklasik diturunkan melalui fungsi produksi Cobb-Douglas dengan skala hasil konstan (constant return to scale). Dengan mengikuti Barro dan Sala-i-Martin (1992) serta Onder et al. (2007), hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Y merupakan output, K adalah modal, dan L adalah tenaga kerja, A adalah tingkat teknologi. Dalam model Solow, tingkat tabungan, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi dianggap eksogen. Apabila g dan n masing-masing menunjukkan tingkat pertumbuhan A dan L,sedangkan bagian dari output yaitu s bersifat konstan dan ditabung, maka:
Dengan menggunakan steady state nilai k pada persamaan di atas, maka steady state pendapatan perkapita adalah:
Apabila y* menunjukkan tingkat pendapatan steady state, maka:
Dengan demikian, model konvergensi yang akan diperoleh berdasarkan teori pertumbuhan neoklasik adalah:
Pada persamaan tersebut t adalah periode waktu sedangkan l adalah tingkat konvergensi. Barrientos (2007:5) menyatakan terminologi konvergensi ekonomi dipergunakan saat dua atau lebih perekonomian menuju tingkat yang hampir sama dalam pembangunan dan kemakmuran.
b. Teori Konvergensi dan Kebijakan Desentralisasi Fiskal
Skidome et al. (2004:2) serta Skidmore dan Deller (2008:43) menurunkan model konvergensi belanja pemerintah saat ini (Gt) yang merupakan bagian dari output periode sebelumnya (Qt-1) sehingga diperoleh persamaan:
Dalam persamaan tersebut parameter at konstan sehingga anggaran pemerintah merefleksikan kejadian dan kondisi masa lalu. Kondisi saat ini menurut Skidmore dan Deller (2008) bukannya tidak relevan dengan belanja pemerintah saat ini juga, namun kondisi masa lalu juga memiliki relevansi.
Output perkapita (Q/L) merupakan fungsi dari modal swasta (K) dan input sosial pemerintah (Gt) sedangkan input swasta merupakan bagian yang terpisah dengan input pemerintah. Hal tersebut oleh Skidmore dan Deller (2008:43) dirumuskan sebagai berikut:
Dengan mensubstitusikan kedua persamaan tersebu serta menggunakan pendekatan constant return to scale dari fungsi produksi Cobb-Douglas, akan diperoleh persamaan:
Apabila pada persamaan di atas dimasukkan variabel penduduk untuk menemukan variabel perkapita dan selanjutnya dibagi dengan belanja pemerintah perkapita periode sebelumnya, akan diperoleh persamaan:
Dalam hal ini nt=ln(Lt/Lt-1), yaitu tingkat pertumbuhan penduduk. Berdasarkan persamaan tersebut, tingkat pertumbuhan belanja pemerintah perkapita tergantung pada nilai input swasta dan publik, pertumbuhan penduduk, dan proporsi output yang disediakan pemerintah atau at. Selama β<1 berarti terjadi diminishing return pemerintah, tingkat belanja pemerintah masa lalu akan menyebabkan belanja pemerintah saat ini tumbuh lebih lambat, sehingga mencapai konvergensi.
c. Isu Spasial dalam Konvergensi
Model yang menggambarkan konvergenitas sering mengabaikan kemungkinan adanya pola atau keterkaitan antar ruang (wilayah), sehingga model kurang mampu menggambarkan kondisi spasial (Arbia,2006:22). Penggunaan data data panel perlu memperhatikan efek spasial agar memberikan gambaran yang lebih realistis (Battisti dan Vaio, 2006:109; Ahmad dan Hall,2012:2; Vitton,2010:3; Feldkircher, 2006:102).
Untuk menangkap efek spasial, dalam analisis ditambahkan variabel berupa bobot spasial (spatial weight) yang menggambarkan keterkaitan antarwilayah (Paas et al., 2007:18;Coughlin et al., 2006:5; Madariaga et al., 2005:5; Battisti dan Viao, 2006:114).Menurut Paas et al. (2007:18) bobot spasial yang paling sederhana dan dipergunakan secara luas adalah bobot jarak dalam bentuk contiguity matrix, berupa bilangan biner 0 dan 1 yaitu wilayah yang berdekatan secara geografis (neighbours) diberi bobot 1 sedangkan lainnya diberi bobot nol.
Namun, jenis bobot spasial juga tergantung dari lingkup penelitian yang akan dilakukan. Coughlin et al. (2006:11) misalnya menggunakan bobot spasial berupa bobot pendapatan, bobot ras, dan bobot umur untuk melihat efek spasial kebijakan fiskal.
5. METODOLOGI
a. Konvergensi Sigma
Analisis konvergensi sigma merupakan analisis runtut waktu untuk mengamati terjadinya konvergensi atas variabel pengamatan dilakukan dengan perhitungan koefisien variasi (coefficient of variation), seperti yang dilakukan oleh Onder et al. (2007) sebagai berikut:
Ket: T mewakili tren waktu selang periode 2000-2012.
Untuk melihat konvergensi sigma pada penerimaan dan pengeluaran daerah, akan dilakukan pengujian untuk variabel penerimaan APBD (total pendapatan, pajak, PAD, dan dana perimbangan), serta variabel pengeluaran APBD (belanja pegawai, belanja barang, dan total belanja) dari data realisasi APBD tahun 2000-2012 untuk 30 provinsi.
b. Konvergensi Beta
Analisis konvergensi beta dilakukan dengan menggunakan pendekatan conditional convergence. Analisis dengan pendekatan konvergensi beta akan dilakukan terhadap beberapa variabel sebagai sampel, yaitu total pendapatan dan pajak dalam APBD provinsi, serta total belanja dan belanja barang. Model yang akan dipergunakan dalam studi ini merupakan modifikasi dari model Coughlin et al. (2006) sebagai berikut:
YFP pada persamaan (11) selanjutnya dipergunakan sebagai variabel dependen sebagai berikut:
dimanaYFP = Variabel pertumbuhan variabel fiskal masing-masing provinsi; FP=Variabel fiskal (pendapatan dan belanja) masing-masing provinsi; T=jumlah periode waktu pengamatan; pop=jumlah penduduk masing-masing provinsi; e=bilangan logaritma natural; e=error term; dan i,t=provinsi i pada waktu t.
Untuk menangkap efek spasial dalam model konvergensi, Coughlin et al. (2006) menggunakan model berikut:
Untuk bobot spasial berupa pendapatan perkapita riil, bobot matriks dihitung sesuai dengan Coughlin et al. (2006:11) sebagai berikut:
6. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a. Estimasi Konvergensi Sigma Penerimaan dan Pengeluaran APBD
Hasil estimasi konvergensi sigma untuk pendapatan dan belanja 30 provinsi selama periode 2000-2012 menunjukkan terjadinya konvergensi komponen penerimaan dan pengeluaran yang terdiri dari total belanja, belanja barang, belanja pegawai, total pendapatan, PAD, pajak, dana perimbangan. Hal ini terlihat dari nilai tren nilai koefisien variasi selama 2000-2012 seperti yang disajikan dalam tabel 1 di bawah ini. Koefisien variasi pendapatan perkapita riil terlihat berfluktuasi selama 2000-2009, dan menunjukkan tren yang meningkat setelah tahun 2009. Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan Kuncoro (2013). Hasil studi Kuncoro (2013) menunjukkan bahwa ketimpangan spasial dalam pendapatan perkapita yang diukur dengan indeks entropi Theil, menurun pada periode 2001-2003, selanjutnya meningkat selama 2004-2007. Pada periode 2008-2010 indeks entropi menunjukkan kecenderungan menurun secara
perlahan.
Berdasarkan tabel 1, pada tahun 2000-2001 nilai koefisien variasi untuk semua variabel terlihat menurun, dan penurunan paling tinggi terjadi pada variabel belanja pegawai serta PAD, masing-masing sebesar 0,1894 dan 0,2019. Namun demikian pada tahun 2001-2002 variabel belanja pegawai meskipun kecil menunjukkan kenaikan nilai koefisien variasi dari 0,2254 menjadi 0,2340 sementara variabel yang lainnya nilai koefisien variasi tetap turun.
b. Estimasi GMM Data Panel Dinamis Konvergensi Beta
Dalam GMM, terdapat dua macam estimasi yang sering dipergunakan yaitu GMM-DIFF yang menggunakan transformasi first difference dan GMM-SYS yang menggunakan transformasi orthogonal deviation. GMM-SYS merupakan pengembangan dari GMM-DIFF karena adanya kelemahan dalam estimasi dengan GMM-DIFF. Menurut Handan Phlillips (2010:119-120) serta Roodman (2009:89), GMM-DIFF memiliki kelemahan dalam hal keterbatasan variabel instrumen untuk estimasi, sedangkan Hayakawa (2009:1) menyatakan bahwa GMM-DIFF dapat menyebabkan terjadinya bias akibat transformasi dalam variabel instrumen. Bun dan
Sarafidis (2013:7) menyatakan bahwa penambahan variabel instrumen dalam model 2SLS dan GMM dapat menyebabkan bias estimator yang lebih besar. Secara lebih jelas, kelemahan GMM-DIFF serta keunggulan GMM-SYS dapat dilihat pada Hayakawa (2009:6) dan Roodman (2009:104).
Hasil estimasi terhadap conditional convergence untukkomponen pengeluaran berupa total belanja APBD dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Berdasarkan tabel 2 tersebut, hasil estimasi menunjukkan bahwa total belanja antarprovinsi selama 2000-2012 mengalami konvergensi yang ditunjukkan oleh nilai β2 yang negatif dan signifikan pada taraf 1%.
Konvergensi terjadi pada kedua bobot matriks spasial yaitu pendapatan perkapita dan jarak. Nilai ρ yang signifikan 1% pada kedua bobot menunjukkan bahwa faktor pendapatan perkapita dan jarak antarprovinsi berpengaruh positif terhadap konvergensi provinsi tertentu. Nilai r signifikan pada bobot pendapatan perkapita, sedangkan pada bobot jarak tidak signifikan, sehingga dalam conditional convergence keterkaitan jarak antarprovinsi tidak berpengaruh terhadap konvergensi total belanja.
Tabel 2, Hasil Estimasi Conditional Covergence Data Panel Dinamis Total Belanja APBD
7. SIMPULAN
Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis konvergensi sigma dan kovergensi beta. Hasil analisis konvergensi sigma menunjukkan bahwa tidak terdapat konvergensi dalam variabel pendapatan perkapita antarprovinsi. Hal ini ditunjukkan oleh tanda dan tingkat signifikansi koefisien tren pada model konvergensi sigma. Dengan demikian pendapatan perkapita antarprovinsi cenderung semakin berfluktuasi atau semakin timpang. Fluktuasi pendapatan perkapita di suatu provinsi tidak secara signifikan dipengaruhi oleh pendapatan perkapita di provinsi lainnya. Hal ini berbeda dengan komponen penerimaan dan pengeluaran pemerintah provinsi sebagaimana yang tercantum dalam APBD selama tahun 2000-2012, yang menunjukkan konvergensi sigma pada berbagai tingkat (derajat) dan kecepatan yang berbeda-beda.
Hasil estimasi dan analisis konvergensi beta dilakukan dengan pendekatan conditional convergence. Pada pendekatan konvergensi beta tersebut, konvergensi dapat dilihat dari tanda negatif dan tingkat signifikansi nilai koefisien β2. Hasil studi dengan konvergensi beta menunjukkan bahwa terdapat ketergantungan spasial antarprovinsi di Indonesia selama 2000-2012. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai ρ yang signifikan dan bertanda positif pada konvergensi sigma untuk semua variabel yang dipergunakan dalam studi, yaitu total belanja, belanja barang, total pendapatan, dan penerimaan pajak. Dengan demikian estimasi pada konvergensi sigma serta konvergensi beta (conditional convergence), baik menggunakan bobot pendapatan perkapita riil maupun bobot jarak, konsisten dalam hal tanda koefisien maupun tingkat signifikansi.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan, aspek penerimaan dan pengeluaran provinsi yang tertuang dalam APBD memiliki dependensi spasial. Kebijakan yang dirumuskan oleh suatu pemerintah provinsi juga dipengaruhi oleh pemerintah provinsi lainnya melalui bobot pendapatan perkapita dan jarak geografis, sehingga upaya mempercepat terjadinya konvergensi perlu dilakukan secara simultan dengan pemerintah pusat sebagai fasilitator utama melalui kebijakan.
Dana perimbangan memiliki peran yang sangat besar dalam komponen penerimaan APBD, namun peran dana perimbangan dalam pertumbuhan total belanja perkapita dan belanja barang perkapita lebih kecil dibandingkan dengan peran pajak perkapita. Hal ini tercermin dari nilai elastisitas dana perimbangan yang lebih kecil dibandingkan pajak pada model estimasi. Upaya mempercepat konvergensi dapat dilakukan melalui politik dana perimbangan, seperti misalnya evaluasi komposisi dan bobot instrumen yang dipergunakan dalam pengalokasian DAU dan DAK ke provinsi secara terstruktur sesuai dinamika perubahan ekonomi, yang dilakukan melalui studi yang mendalam. DAU dan DAK yang proporsional mampu mempercepat terjadinya konvergensi melalui, namun pemerintah pusat perlu merumuskan mekanisme kontrol terhadap penggunaan DAU dan DAK agar alokasi DAU dan DAK sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan.
Mekanisme kontrol tersebut tidak semata-mata dilihat dari tingkat penyerapan anggaran, namun yang lebih penting adalah sejauh mana DAU dan DAK memberikan dampak terhadap daerah. Sistem reward and punishment dalam kebijakan DAU dan DAK perlu diterapkan berdasarkan tingkat capaian dampak, sehingga mampu memperkuat upaya pencapaian konvergensi antar provinsi. Hal ini sangat penting karena peran DAU dan DAK yang sangat besar dalam struktur penerimaan daerah.
Dengan demikian, pemerintah provinsi perlu melakukan kajian dan merumuskan berbagai yang mampu mempercepat konvergensi dengan cara mendorong peningkatan investasi secara signifikan, penerapan kebijakan pajak dan retribusi yang proporsional dan transparan kaitannya dengan investasi, serta penguatan intensitas belanja publik untuk infrastruktur yang berpihak pada masyarakat. Besarnya proporsi belanja pegawai dan belanja barang, namun memiliki relevansi yang lemah dengan fungsi layanan publik, dapat menghambat upaya mempercepat proses konvergensi. Kebijakan belanja modal perlu diarahkan agar mampu menjadi stimulus pembangunan infrastruktur.
BAB II PENDAPAT TERHADAP JURNAL
Konvergensi sebagai inti teori pertumbuhan, di dasarkan pada hipotesis yang dikemukakan oleh Barro dan Sala’i Martin dengan menggunakan model pertumbuhan neoklasik. Salah satu aspek penting dari model ini telah ditelaah dan dianalisis secara serius sebagai sebuah hipotesis empiris konvergensi (convergence). Dengan asumsi bahwa prefensi dan teknologi yang sama berlaku dari satu perekonomian ke perekonomian lainnya, dan negara miskin cenderung tumbuh lebih cepat dari negara-negara kaya (Barro dan Sala’i Martin, 1995)
Secara umum konvergensi yang dimaksudkan pada penelitian tersebut dapat dipahami sebagai proses kesenjangan pendapatan atar provinsi sehingga dapat dipahami pula sebagai proses analisis terhadap provinsi-provinsi mana saja yang berpenghasilan rendah yang mana nantinya memberikan masukan kepada pemerintah pusat untuk memberikan subsidi terhadap daerah tersebut agar kesenjangan antar daerah dapat berkurang.
Penelitian dalam jurnal tersebut memiliki beberapa keterbatasan, beberapa poin terkait dengan keterbatasan itu adalah sebagai berikut:
- Rentang waktu studi terbatas selama periode 2000-2012. Penggunaan rentang waktu studi yang lebih lama akan memberikan hasil yang lebih baik mengingat studi konvergensi membutuhkan rentang yang lama, namun di sisi lain terdapat keterbatasan dalam ketersediaan rentang waktu dan jenis data yang lengkap guna mendukung studi.
- Studi ini tidak memisahkan unit analisis secara geografis berdasarkan pulau atau kawasan, sehingga tidak dapat dianalisis secara lebih mendalam perbedaan atau perbandingan konvergensi pendapatan dan belanja pemerintah provinsi antarpulau atau antar kawasan.
- Bobot spasial berupa jarak dalam studi ini menggunakan pendekatan jarak linier antar ibukota provinsi, sehingga waktu tempuh (travel time) antarprovinsi diabaikan. Penggunaan bobot jarak dengan pendekatan waktu tempuh atau bobot tertimbang antara jarak linier dan waktu tempuh dapat menghasilkan matriks bobot jarak spasial yang lebih akurat.
- Karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan yang menyebar dan terpisah lautan menyebabkan sulitnya mencari referensi jenis bobot spasial untuk kasus negara kepulauan, karena seringkali penentuan jenis bobot dalam analisis spasial dilakukan pada kasus wilayah yang bersinggungan dan masih dalam satu kawasan daratan, menggunakan jenis bobot ketetanggaan atau perbatasan wilayah (neighbouring/contiguity).
- Penggunaan unit analisis kabupaten atau kota dapat memberikan hasil analisis yang lebih komprehensif dan mendalam terutama apabila dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi fiskal.
Selain beberapa keterbatasan tersebut, penelitian ini juga mempunyai beberapa kelebihan di antaranya adalah sebagai berikut:
- Hasil perhitungan yang didapat lebih valid karena melibatkan banyak variabel-variabel dalam menentukan rumus konvergensi.
- Area konvergensi dalam penelitian ini lebih detail karena melibatkan isu spasial yang berfungsi menangkap efek spasial, serta ditambahkan variabel berupa bobot spasial (spatial weight) yang menggambarkan keterkaitan antarwilayah.
- Memudahkan peneliti utuk mengidentifikasi terkait permasalahan yang sedang terjadi dan didapatkan solusi yang kongkrit dari permasalahan tersebut.
BAB III IDE UNTUK PENGEMBANGAN JURNAL
Ide untuk pengembangan jurnal penelitian ini terletak pada spesifikasi variabel yang digunakan, tercermin dari definisi variabel yang dianggap masih lemah sehingga beberapa variabel pada model Barro dan Sala-i-Martin seperti physical capital, human capital dan inflasi terlihat masih belum signifikan. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan data pada tingkat provinsi yang dirasakan cukup berat oleh peneliti. Saran bagi penelitian selanjutnya diharapkan penggunaan variabel tersebut dapat terakomodir secara lebih jelas melalui data yang lebih akurat dan lebih mewakili kondisi riil ketiga variabel tersebut.
Selain itu wilayah yang dijadikan untuk penelitian ini adalah provinsi dianggap masih luas sehingga kebijakan terkait desentralisi fiskal masih belum terakomodir secara menyeluruh, kami menyarankan untuk menggunakan uni analisa kabupaten/kota agar hasil penelitian yang diperoleh lebih kmperhensif dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN JURNAL:
Barro, Robert J. dan Xavier Sala-i-Martin (1992). “Convergence”. Journal of Political Economy . 100(2): 223-251.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 2014
Coughlin, Cletus C., Thomas A. Garret, dan Ruben Henandez-Murillo (2006). “Spatial Dependeces in Model of State Fiscal Policy Convergence”.
Federal Reserve Bank of St. Louis. Research Division. St. Louis
Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora, Vol. 1 No. 1, 2015
Skidmore, Mark dan Steven Deller (2008). “Is Local Government Spending Converging?”. Eastern Economic Journal . Vol. 34: 41-55.
Critical Review Penelitian Berjudul Konvergensi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Provinsi di Indonesia: Pendekatan Data Panel Dinamis Spasial
Reviewed by Santana Primaraya
on
9:31:00 PM
Rating:
Mantap artikelnya untuk referensi
ReplyDeleteStisipol pahlawan 12
Betting site, app and software - jtmhub.com
ReplyDeleteBetting site, 양산 출장안마 app and software · betway · bet365 · betfair 고양 출장안마 · betway · betway.co.uk · betway.co.uk 제주 출장마사지 · betway.co.uk 구미 출장샵 · betway.co.uk. Rating: 3.7 포항 출장안마 · Review by Joe Thierry