Resep Kepemimpinan Learning by Doing, Majalah Bekasi Kotaku Edisi 3/2015

Oleh: M. Arafat Imam G (*)


(Tulisan ini masuk dalam Majalah Bekasi Kotaku Edisi 3 Tahun 2015 pada Rubik Kepemimpinan Hal 42-43)

(Lalu masuk kembali pada Majalah Bekasi Kotaku Edisi 2 Tahun 2016 pada Rubik Resensi Hal 46-47)

Setidaknya telah genap empat buku telah disusun sejak ia masih mengenyam pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor. M Arafat Imam G, atau yang biasa disapa Arafat, sejak awal 2014 ditempatkan pada instansi Pemerintah Kota Bekasi.

Pria lulusan Diploma IV tahun 2013 yang berdinas sebagai staf pengadministrasi umum pada Wakil Walikota Bekasi sejak awal tahun 2015 ini memiliki hobi yang cukup unik diusianya, yaitu menulis dan membaca. Dari kedua hobinya tersebut ia terbilang penulis produktif karena telah menghasilkan empat buku dengan masing-masing judul: Leader University (2012), The Art of Meeting (2013), Birokrat Berkarakter Sukses di Era Konseptual (2013) dan Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku (2013) yang kesemuanya berjenis pengembangan diri/how to, non-fiksi.

Pada kesempatan kali ini, khususnya dalam proses pembelajaran penulis pribadi, penulis akan sedikit berbagi kumpulan isi pada buku berjudul Leader University secara umum. Besar harapannya, setelah membaca tulisan ini, pembaca termotivasi untuk mencari referensi lain terkait tema kepemimpinan modern. Pastinya tidak ada resep singkat/praktis untuk meraih kepemimpinan yang baik, semua harus dilatih dalam proses pembelajaran dan perjuangan yang konsisten. Jadi sebut saja resep proses ini sebagai Learning by Doing.
***

Sesungguhnya setiap dari kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atasnya menjadi sebuah kutipan termansyur guna menyadarkan semua orang bahwa ternyata setiap sendi kehidupannya sangat bernilai dan kelak akan ada ganjaran setimpal atas proses perjalanan kehidupannya. Atau dapat dikatakan bahwa kepemimpinan sama seperti kehidupan. Tidak peduli apakah ia seorang ASN, pengayuh becak dll, semua diharapkan memimpin pada tiap bidangnya. Untuk itu, penulis mengajak pembaca untuk bersuka hati memperdalam kajian kepemimpinan. Karena semakin modern dunia, permasalahan sosial-budaya akan semakin kompleks. Mengantisipasi hal tersebut, setiap orang yang berbekal skill kepemimpinan pasti akan lebih sigap menyikapi setiap turbulensinya dibanding yang tidak mempelajarinya.

Pembelajaran efektif kepemimpinan adalah dengan cara tahap demi tahap. Stephen R. Covey dalam buku The Seven Habbits of Highly Effective People menyatakan bahwa sukses atau tidaknya seseorang merupakan hasil dari pembentukkan karakter dalam jangka waktu yang tidak singkat. Tahapan pembentukan itu adalah sebagai berikut:
Gagasan→ Perbuatan→ Kebiasaan→  Karakter→ Nasib
Dalam artian bahwa untuk membentuk karakter yang baik, maka gagasan, perbuatan dan kebiasaannya harus terlebih dahulu baik.

Patut dicermati, karakter tidak sama dengan kepribadian. Perbedaan mencoloknya adalah jika karakter berorientasi pada prinsip yang bersifat permanen, sedangkan kepribadian adalah berorientasi pada praktik yang dikerjakan secara sadar namun hanya bersifat sementara untuk membangun citra. Maka tidak sedikit orang yang terlihat berkepribadian baik didepan ternyata bersikap buruk dibelakang karena karakternya belum terbangun baik.

Guna mengenal lebih mendalam personal karakter kita, penulis mengambil sampling gagasan Albert Humphrey tentang teknik analisis SWOT (atau bisa juga dengan teknik TWOS) untuk mengetahui titik kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada sejatinya kita. Mengetahui peluang artinya memaksimalkan potensi untuk sukses dan mengetahui ancaman artinya menghindari keuntungan keluar dari peluang.

Setelah mengenal personal karakter, maka tipe kepemimpinan seseorang akan lebih terarah, apakah ia bertipe kharismatik, paternalistik, militeristik, dominator, laisses faire, populistis, administrasi atau demokratis. Setiap tipe pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri.

Salah satu definisi kepemimpinan adalah memberi pengaruh, artinya memberikan teladan karakter baik kita pada para pengikut dengan harapan mereka akan ikut terpengaruh baik. Kepemimpinan seperti ini menjadi cikal bakal kepemimpinan manajerial sebagai turunannya. Pembedanya, kepemimpinan manajerial adalah tentang kemampuan teknis mengatur diri sendiri dan orang lain dalam suatu organisasi.

Guna menjadi teladan, seseorang harus memiliki 3 nilai dasar kehidupan, yaitu: etika (ajaran nilai tentang baik atau buruk), logika (tentang benar atau salah) dan estetika (tentang nilai lain yang bersifat abstrak). Membedakan antara nilai yang baik dan buruk atau benar atau salah itu dengan memahami sumbernya, yaitu apakah sebagai sebuah keyakinan, kepercayaan atau kepastian. Ketiganya dapat dibedakan pemahamannya dengan filsafat ilmu komunikasi. Dimana nilai terbaiknya pasti berasal dari sebuah kepastian.

Beranjak pada hal teknis, maka berlatih manajerial/mengatur mampu menjadikan seseorang tampil lebih profesional dalam kepemimpinannya. Tentu ini selalu berkaitan dengan pekerjaan atau profesi seseorang. Jadi semakin handal manajemen seseorang, maka semakin pantas ia naik tingkat pada karir pekerjaannya.

Cakupan ilmu manajemen secara umum sangat luas, namun idealnya proses manajemen dimulai dari diri sendiri dengan memanfaatkan kecerdasannya, seperti Adversity Quotient (AQ), Intellegence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ).

Bermodalkan pada kemampuan pengaturan kecerdasan, seseorang pasti mampu memanajemen organisasinya lebih baik, seperti dalam kemampuan manajemen waktu, teknis, teknologi informasi, finansial dan sumber daya manusia/jaringan relasi.

Tahap terakhir adalah tentang pentingnya komunikasi, baik melalui media lisan ataupun tulisan dan secara langsung maupun tidak langsung. Pemberi teladan pada kepemimpinan dan pengaturan organisasi pada manajemen dikolaborasikan dengan kemampuan dalam berbicara dan bersikap menjadi resep terakhir kepemimpinan ideal yang penulis sajikan bersumber dari buku Leader University.

***

(*) Saat artikel ini ditulis pada bulan Oktober 2015, penulis adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), penulis 4 buku, novel misteri 3 serial dan mahasiswa magister manajemen keuangan negara pada STIA-LAN Jakarta.
Pada dunia kepenulisan ia dikenal juga dengan nama pena Kim-Ara 김 아라.
“Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan bagi anak bangsa”
Referensi dan tulisan lain tentang kepemimpinan dapat pembaca peroleh pada blog penulis di: ara.kimara.asia. Kumpulan buku dan essay penulis telah disatukan dalam bentuk e-Book dan dapat diperoleh di Google Play Book.
Resep Kepemimpinan Learning by Doing, Majalah Bekasi Kotaku Edisi 3/2015 Resep Kepemimpinan Learning by Doing, Majalah Bekasi Kotaku Edisi 3/2015 Reviewed by Santana Primaraya on 7:59:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.