Pertanyaan dan Jawaban Seputar Sistem Informasi Keuangan Negara dan Barang Milik Negara

Sistem Arsitektur Fiskal yang dikembangkan oleh Ali Hashim dan Bill Allan dikaitkan dengan Pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia

The Treasury Reference Model (TRM) merupakan World Bank Technical Paper No. 505 yang dikembangkan oleh Ali Hashim dan Bill Allan (2001). Paper ini memberikan pedoman sebuah desain sistem treasury serba otomatis dengan dukungan teknologi informasi bagi Pemerintah dalam pengelolaan keuangan negaranya, dengan tujuan:
  1. Memberikan otoritas antara Pemerintah dan penasehat keuangan mereka dalam proses perencanaan dan pelaksanaan implementasi sistemnya; dan
  2. Mengembangkan perangkat lunak sistem treasury yang berasal dari sektor swasta.
Paper tentang TRM ini dimulai dengan pembahasan fitur utama dari sistem tersebut pada Bagian I, termasuk inti proses fungsional, berbagai pilihan kebijakan yang terkait dengan desain mereka dan terkait kelembagaan pengaturan.

Menurut Ali Hashim dan Bill Allan (2001), sebuah sistem treasury yang efektif akan berkontribusi langsung meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan untuk memenuhi persyaratan sesuai yang telah ditetapkan dalam kode IMF (International Monetary Fund) tentang good practice dalam transparansi fiskal yaitu deklarasi prinsip dan standar lainnya, seperti rincian standar jaminan fidusia yang dikembangkan oleh Bank Dunia.

Pada Bagian II paper TRM ini terdapat rincian diagram alur tentang proses fungsional terkait dengan sistem treasury, yaitu kuesioner diagnostik yang dapat digunakan untuk menilai spesifik kebutuhan suatu negara, berupa satu set sampel spesifikasi perangkat lunak fungsional yang akan dibutuhkan untuk menerapkan sistem ini, dan daftar data utama yang terkait dengan sistem treasury.

TRM juga menyediakan sarana untuk melaksanakan perbaikan analitis standar untuk pelaporan fiskal. Sehingga Pemerintah dapat semakin maju dengan penggunaan laporan basis akrual dan IMF Government Finance Statistics system akan direvisi secara bertahap.

Ruang lingkup sistem pengelolaan Keuangan Negara

Sesuai Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ruang lingkup sistem pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia meliputi:
  1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
  2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
  3. Penerimaan Negara;
  4. Pengeluaran Negara;
  5. Penerimaan Daerah;
  6. Pengeluaran Daerah;
  7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
  8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
  9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Macroeconomic Framework dalam Pengelolaan Fiskal

Macroeconomic framework dalam pengelolaan fiskal adalah dengan Pemerintah Pusat (Pempus) menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Pempus dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pempus dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.

Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pempus bersama DPR membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

System for Budget Preparation dan Performance-Based Budgeting

System for Budget Preparation dan Performance-Based Budgeting yang diberlakukan pada Pemerintah Pusat (Pempus) adalah melalui Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Menurut Wikiapbn.org , SPAN dijelaskan sebagai “sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran, manajemen dokumen anggaran, manajemen komitmen pengadaan barang dan jasa, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas, dan pelaporan”.

Pelaksanaan SPAN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Peraturan Menteri tersebut mencabut berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2013 tentang Pelaksanaan Piloting Sistem Perbendaharaan dan Anggaran.

Dalam bidang Manajemen Keuangan Publik, perubahan yang terbesar adalah dalam hal modernisasi anggaran dan perbendaharaan negara, yang diwujudkan dalam bentuk implementasi SPAN. SPAN merupakan komponen terbesar GFMRAP dan selanjutnya akan menjadi pondasi untuk reformasi manajemen keuangan negara. SPAN akan diimplementasikan dengan menggunakan Treasury Reference Model (TRM) atau Model Referensi Perbendaharaan sebagai dasar atau acuan, dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Indonesia. TRM tersebut menggarisbawahi pentingnya integrasi pengelolaan keuangan negara sebagai dasar bagi tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara. Sebagai pondasi manajemen keuangan publik, SPAN akan memfasilitasi arah kebijakan penganggaran, mendukung pertanggungjawaban dari para pengguna anggaran, meningkatkan efisiensi pengelolaan perbendaharaan, memfasilitasi reformasi akuntansi dan pelaporan, mengurangi biaya pinjaman dan memperkuat keamanan dan kredibilitas data keuangan.

Keterkaitan debt management dan treasury management

Keterkaitan debt management dan treasury management diatur melalui manajemen kas yang dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan (DJPB) Kementrian Keuangan RI. Penerapan prosedur Manajemen Kas Pemerintah dilakukan secara bertahap dalam pencapaian tujuan manajemen kas, prosedur-prosedur yang telah dilakukan yaitu: Modul Penerimaan Negara Prima, Penertiban Rekening Pemerintah, Treasury Single Account (TSA) dan Treasury National Pooling.

Menurut Eko Sumando , dalam pengelolaan kas, DJPB sebagai manajer kas pemerintah mengarahkan pengelolaan kas Negara ke arah active Cash Balance Management (CBM) model. Model ini bertujuan untuk melakukan smoothing pada perubahan short-term pada saldo kas pemerintah di bank sentral dan lebih menantang dalam praktiknya. Model ini banyak diterapkan di negara Eropa seperti Belanda dan United Kingdom (Inggris). Pada model ini pemerintah menetapkan target saldo akhir hari (inilah yang dapat disebut juga saldo optimal) pada TSA yang dimilikinya, kemudian manajer keuangan pemerintah akan secara aktif menginvestasikan kelebihan kas dan atau melakukan pinjaman untuk mencapai target saldo kas pemerintah.

Melalui Active CBM Model, diinisiasi pembentukan dealing room pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara dalam upaya mengelola saldo kas pemerintah yaitu jika terjadi kelebihan maupun kekurangan. Upaya pengelolaan kelebihan/kekurangan kas dalam mencapai saldo optimal kas pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh PMK 03/2010 juga akan melibatkan marketing operating tools, yaitu: penempatan di bank, surat berharga Negara, repo, reverse repo) yang juga telah dijabarkan pada Gambar 1 di atas. Untuk itu dibutuhkan koordinasi antara pengelolaan kas dan pengelolaan utang (cash and debt management) agar penerbitan utang dilakukan pada saat kas memang benar-benar membutuhkan dan jika terjadi kelebihan kas dapat diinvestasikan demi mendapat imbal balik bagi pemerintah.

Sistem Informasi Manajemen Keuangan Terintegrasi (Intergrated Financial Management Information System—IFMIS)

Menurut Wikiapbn.org , Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) adalah bagian dari Integrated Financial Management Information System (IFMIS) yaitu sistem informasi pengelolaan keuangan negara yang terintegrasi, sehingga pengembangan SPAN merupakan langkah awal menuju implementasi IFMIS. IFMIS merupakan paket pengelolaan keuangan negara yang terintegrasi dan terkomputerisasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. IFMIS terdiri dari beberapa unsur, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan negara. Dalam implementasi IFMIS, terdapat perbedaan antara satu negara dan negara lainnya sehingga diperlukan adaptasi atas prinsip dasar IFMIS, yaitu integrasi pengelolaan keuangan negara, dengan prinsip dasar pengelolaan keuangan yang merupakan ciri yang dimiliki suatu negara.

Di Indonesia, pengelolaan keuangan negara dimulai dengan adanya transaksi keuangan di lingkup Satuan Kerja (Satker) di Kementerian Negara/Lembaga. Dalam lingkup satuan kerja tersebut, implementasi IFMIS diwujudkan dalam bentuk beberapa penyempurnaan proses bisnis pengelolaan keuangan negara dengan menggunakan aplikasi yang terintegrasi. Perubahan yang akan dilaksanakan meliputi penyederhanaan aplikasi yang saat ini jumlahnya sangat banyak pada satuan kerja dengan basis data yang terpisah-pisah, menjadi satu aplikasi dengan basis data yang terintegrasi. Penyederhanaan sistem aplikasi ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya duplikasi pekerjaan dan pengulangan entry data. Duplikasi pekerjaan dan entry data pada praktiknya seringkali menyebabkan terjadinya perbedaan data antara satu aplikasi dengan aplikasi lainnya sehingga informasi yang dihasilkan pun menjadi tidak akurat. Penggabungan aplikasi dan basis data pada tingkat satker akan diwujudkan dalam suatu sistem aplikasi di lingkup Satuan kerja yang dinamakan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).

Manajemen Penerimaan Negara (Government Receipt Management) dan MPN G2

Berdasarkan situs Kemenkeu.go.id, sistem Manajemen Penerimaan Negara Generasi-2 (MPN G2) disusun untuk memperbaiki sistem MPN sebelumnya (MPN G1). Sebagai sebuah sistem, Modul Penerimaan Negara berhasil mengintegrasikan sistem penerimaan negara yang selama ini terpisah. Penyempurnaan Modul Penerimaan Negara melibatkan unit-unit pemilik tagihan lingkup Kementerian Keuangan yang dikenal dengan sebutan biller, yakni Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktorat Jenderal Anggaran. Sementara itu, sistem yang menghubungkan dengan sistem perbankan dan sistem settlement dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan pengelolaan infrastruktur oleh Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Sekretariat Jenderal.

Arah penyempurnaan MPN G2 meliputi perubahan dari sistem manual ke billing system, dari layanan over the counter (teller) ke layanan online, dari single currency menjadi dapat melayani valuta asing, dari terbatas pada beberapa jenis penerimaan menjadi mencakup keseluruhan penerimaan. MPN G2 diharapkan mendukung pelaksanaan cash management yang  baik dengan menyajikan informasi penerimaan negara secara real time yang didukung keandalan teknologi informasi dalam penerapan TSA.

Manajemen Belanja Negara (Government Expenditure Management)

Melalui fungsi otorisasi pada instrument APBN, anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Lalu belanja negara dirinci menjadi 3 sebagai berikut:
  1. Rincian belanja negara menurut organisasi, yaitu disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat;
  2. Rincian belanja negara menurut fungsi; yaitu terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial;
  3. Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi); terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, Menteri/Pimpinan dari Kementerian/ Lembaga Negara selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.

APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui RUU sebagaimana dimaksud, Pempus dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Hubungan antara State Treasury dengan Perbankan Umum/ Bank Sentral dan Konsep Treasury Single Account (TSA)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 12 ayat (2) disebutkan “Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN)” dan pada pasal 22 ayat (2) dan (3) disebutkan “Dalam rangka penyelenggaraan rekening pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Keuangan membuka RKUN” dan “Uang negara disimpan dalam RKUN pada bank sentral”.

Lalu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah, pada Pasal 14 ayat (2) disebutkan “Semua penerimaan negara masuk ke Rekening Kas Umum Negara dan semua pengeluaran negara keluar dari Rekening Kas Umum Negara”

Sehingga semua uang negara akan tersimpan dalam RKUN dan semua pengeluaran negara dilaksanakan melalui rekening yang sama. Dengan pelaksanaan Treasury Single Account (TSA) ini akan memudahkan dalam mencapai pengelolaan kas negara berdasarkan prinsip pengelolaan kas yang baik.

Berdasarkan situs DJPBN Kemenkeu.go.id, dengan diimplementasikannya TSA, saldo kas yang sebelumnya menganggur di bank-bank komersial kini telah terkonsolidasi ke dalam rekening-rekening pemerintah di Bank Indonesia (BI). Rekening Tunggal Perbendaharaan atau TSA, adalah suatu rekening yang digunakan untuk melakukan pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara, dimana saldo kas penerimaan dan pengeluaran tersebut dikonsolidasikan dalam rangka transaksi keuangan pemerintah.

Langkah awal implementasi tahapan TSA pada rekening pengeluaran adalah melalui penerapan rekening bersaldo nihil di bank-bank operasional di tahun 2008. Dengan sistem ini, bank operasional melakukan pembayaran kepada pemasok sehingga meniadakan dana mengambang di rekening pemerintah di luar TSA.

Selanjutnya, di tahun 2009, dilakukan konsolidasi saldo kas pemerintah ke dalam TSA di Bank Indonesia, dimana semua penerimaan negara harus disetorkan ke dalam dan semua pengeluaran negara harus dibayarkan keluar dari rekening ini. Di tahun 2009, telah disepakati pembayaran biaya jasa atas layanan perbankan bagi pemerintah yang disediakan oleh bank komersial yang melakukan pemungutan penerimaan negara pajak dan bukan pajak, disamping dise modernisasi-pengelolaan-keuangan pakatinya adanya remunerasi atas saldo kas pemerintah yang surplus di Bank Indonesia. Di tahun yang sama, diberlakukan konsolidasi non-kas dan pengawasan saldo di rekening pengeluaran yang dikelola oleh Satker melalui penerapan Treasury Notional Pooling (TNP).

Tahapan lebih lanjut atas penerapan TSA adalah sejak tahun 2010, dilakukan penyapuan (sweeping) harian atas rekening penerimaan di bank/kantor pos persepsi dan ketentuan bahwa semua penerimaan negara di rekening bank/kantor pos persepsi harus disapu (sehingga bersaldo nihil) ke TSA di Bank Indonesia secara harian. Kemudian, untuk mewujudkan pengelolaan kas yang aktif, pemerintah akan melakukan penempatan dana menganggur ke dalam rekening di Bank Indonesia/ bank komersial yang menghasilkan pendapatan bunga atau melakukan investasi jangka pendek pada instrumen-instrumen moneter yang aman dan menguntungkan.

Penerapan TSA sangatlah positif bagi Pemerintah Indonesia baik dari sudut pandang kemanfaatan ekonomi maupun pengambilan kebijakan strategis. Berdasarkan sudut pandang pengambil kebijakan, penerapan TSA membantu pemerintah untuk secara lebih baik mengelola berbagai risiko terkait dengan penyimpanan kas dan mengambil keputusan tentang keuangan publik secara keseluruhan, khususnya yang terkait dengan defisit dan surplus kas.

***

Penjelasan Sistem Arsitektur Informasi untuk Pembangunan Ekonomi

Richard Saul Wurman menjelaskan arsitektur informasi (Sering disingkat IA, Information Architecture) adalah seni menggambarkan suatu model atau konsep informasi yang digunakan dalam aktivitas-aktivitas yang membutuhkan detail eksplisit dari suatu sistem kompleks.  Sistem arsitektur informasi juga diperlukan dalam proses pembangunan ekonomi. Salah satu tujuannya adalah untuk memproyeksikan efek sebab-akibat dari kebijakan yang diambil oleh Pemerintah.

Macroeconomic framework dalam pengelolaan pertumbuhan ekonomi

Pada kerangka makro ekonomi pada perekonomian terbuka, keseimbangan pendapatan nasional dicapai bila:
Y = C + I + G + ( X – M )
Dimana:
Y = pendapatan nasional 
C = konsumsi rumah tangga dan swasta 
I = pengeluaran investasi 
G = pengeluaran yang dilakukan pemerintah 
X = pendapatan ekspor 
M = pengeluaran impor

Keberlanjutan dan risiko fiskal (managing fiscal sustainability and fiscal risks) terkait Utang Dalam Negeri (Domestic Debt) dan Utang Luar Negeri (External Debt)

Risiko fiskal adalah potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali pemerintah. Risiko fiskal meliputi risiko sensitifitas APBN, risiko utang pemerintah pusat, risiko kewajiban kontinjensi, dan risiko desentralisasi fiskal. Tidak tercapainya asumsi-asumsi ekonomi makro dapat menimbulkan terjadinya risiko fiskal yang menyebabkan defisit anggaran yang pada gilirannya dapat menghambat pembangunan.

Risiko utang Pemerintah merupakan salah satu bentuk risiko fiskal yang sangat penting dan memerlukan pengelolaan yang baik, sebab sangat mempengaruhi kesinambungan fiscal Pemerintah pada tahun berjalan dan masa yang akan datang. Secara umum, risiko utang Pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: risiko tingkat bunga (interest rate risk), risiko pembiayaan kembali (refinancing risk), dan risiko nilai tukar (exchange rate risk).

Risiko tingkat bunga (interest rate risk) adalah potensi tambahan beban anggaran akibat perubahan tingkat bunga di pasar yang meningkatkan biaya pemenuhan kewajiban utang Pemerintah. Risiko nilai tukar (exchange rate risk) adalah potensi peningkatan beban kewajiban Pemerintah dalam memenuhi kewajiban utang akibat peningkatan kurs nilai tukar valuta asing terhadap mata uang rupiah.

Kebijakan penanggulangan krisis di Yunani (sebagai contoh)

Ketika Yunani bergabung dengan Uni Eropa dan mengganti mata uangnya dengan Euro pada tahun 2001, keadaan ekonomi negara ini diprediksi akan terus tumbuh dan diikuti oleh ledakan ekonomi. Namun prediksi ini seketika berubah ketika krisis keuangan menerpa tahun 2008.

Kala itu, semua negara di Eropa mengalami resesi, namun karena Yunani merupakan salah satu negara yang paling miskin dengan hutang bertumpuk, negara itu yang paling menderita dan merasakan dampaknya.

Padahal jika saja Yunani tidak bergabung dengan Euro, negara ini diperkirakan dapat meningkatkan ekonomi dengan lebih banyak mencetak mata uangnya, Drachma. Hal ini akan menurunkan nilai drachma di pasar internasional, sehingga membuat ekspor Yunani lebih kompetitif.

Langkah ini juga diperkirakan akan menurunkan suku bunga domestik, mendorong investasi domestik dan mempermudah Yunani melunasi hutang mereka.

Namun, Yunani memutuskan untuk berbagi kebijakan moneter dengan seluruh Eropa. Bank Sentral Eropa yang didominasi Jerman meluncurkan kebijakan moneter Eropa yang tepat bagi Jerman, namun di satu sisi memperburuk ekonomi Yunani. 

Yunani memiliki beban utang yang sangat besar, mencapai 177 persen dari produk domestik bruto, atau PDB, membuat negara ini sulit mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran utang.

Selama lima tahun terakhir, Yunani melakukan negosiasi dengan Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa, dan Dana Moneter Internasional terkait bantuan keuangan untuk mengatasi beban utang mereka. Ketiga lembaga ini dikenal dengan sebutan Troika. Sejak 2010, Troika memberikan pinjaman kepada Yunani dengan syarat penaikan pajak dan pemotongan belanja. 

Namun, Yunani tak juga mampu menyelamatkan kondisi finansialnya. Keadaan ini berujung pada kegagalan Yunani untuk membayar utang sebesar US$1,7 miliar kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Hal ini menjadikan Yunani sebagai negara maju pertama yang gagal membayar utang dan hanya hidup dari uang pinjaman untuk sementara waktu.

Dapat dikatakan, Yunani kini tengah mengalami masa depresi, dengan situasi perekonomian yang jatuh sebanyak seperempatnya dalam beberapa tahun terakhir. Tingkat pengangguran di negara ini pun melonjak menjadi di atas 25 persen.

Kebijakan Subsidi Pemerintah dalam Fiscal Policy

Subsidi diartikan sebagai sebuah bantuan keuangan yang diberikan sebuah badan (dalam hal ini oleh pemerintah) kepada rakyat atau sebuah bentuk usaha. Tujuannya adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan daya beli. Sementara untuk membantu sebuah usaha yang mengalami kemunduran, subsidi juga diperlukan agar usaha tersebut tetap menjadi tumpuan hidup banyak orang.

Pengendalian harga barang/jasa dan inflasi

Terdapat beberapa cara/kebijakan yang dapat diambil Pemerintah untuk dapat mengendalikan harga dan laju inflasi, yaitu:
1. Menaikkan pajak
Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.

2. Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.

3. Menekan tingkat upah
Tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.

Politik Harga Minyak

Setiap kebijakan pada BBM selalu menjadi alat politik ampuh dalam mempengaruhi stabilitas pemerintahan. Begitupula minyak bumi bila dibandingkan dengan jenis energi lain, relatif lebih mudah diperdagangkan karena permintaannya dominan.

Dalam prakteknya, BBM mendominasi pemakaian energy diseluruh dunia, namun sifatnya tak terbarukan dan terbatas, sehingga keberadaanya kemudian diperebutkan bahkan menjadi ajang peperangan, seperti pergolakan di Timur Tengah pasca Perang Dunia dan Perang Dingin.

Dalam hubungannya dengan kebijakan subsidi pemerintah pada BBM yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. BBM subsidi adalah bahan bakar minyak yang dijual kepada rakyat dengan harga di bawah harga bahan bakar dunia. Hal ini dikarenakan rakyat telah mendapatkan bantuan dana dalam bentuk potongan harga sebelum BBM sampai ke tangan konsumen. Potongan biaya tersebut termasuk dalam proses pengolahan minyak mentah hingga proses distribusi bahan bakar minyak ke tangan konsumen. Pemerintah menerapkan demikian karena BBM dinilai sebagai salah satu komoditas primer yang harus diberikan subsidi agar daya beli masyarakat dapat ditingkatkan.

Hubungan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter

Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah/nilai uang yang beredar.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.

Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.

Pengendalian stabilisasi nilai mata uang (exchange rate management)

Untuk dapat mencapai tujuan dalam menjaga kestabilan nilai mata uang, bank sentral (sebagaimana contoh di Indonesia adalah Bank Indonesia) diberikan beberapa kewenangan dalam melakukan tugasnya.

Tugas pertama adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar atau suku bunga dalam perekonomian agar dapat mendukung pencapaian tujuan kestabilan nilai uang tersebut dan sekaligus mampu mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

Tugas kedua adalah mengatur dan melaksanakan sistem pembayaran, yang mencakup sekumpulan kesepakatan, aturan, standar, dan prosedur yang digunakan dalam mengatur peredaran uang antar pihak dalam melakukan kegiatan ekonomi dan keuangan dengan menggunakan instrumen pembayaran yang sah.

Tugas ketiga adalah mengatur dan mengawasi perbankan.

Hubungan antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dengan tujuannya masing-masing, yaitu:
  1. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
  2. DAK bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
  3. DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Pemerintah Pusat dan/atau Daerah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah Daerah juga dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain/Pemerintah Pusat dengan persetujuan DPRD.

Pengendalian stabilitas konsumsi di dalam negeri

Pengendalian stabilitas konsumsi di dalam negeri dapat ditempuh melalui beberapa cara/kebijakan berikut:
  1. Kebijakan moneter, yaitu melalui pengendalian kestabilan inflasi. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
  2. Kebijakan fiskal, yaitu melalui berbagai pemilihan dalam pemberian subsidi. Jika kebijakan diarahkan untuk pro terhadap produsen dan distributor pangan pokok, maka akan terjadi stabilitas harga pangan yang akan berpengaruh terhadap kemampuan konsumsi masyarakat.
  3. Kebijakan perdagangan, yaitu harus terdapat jaminan kesediaan pangan pokok masyarakat dalam negeri agar tidak terjadi kelangkaan barangnya, seperti contoh Bulog yang menjamin ketersediaan beras dalam negeri.

Peningkatan iklim Investasi

Iklim investasi merupakan salah satu kajian penting dalam penunjang penguatan ekonomi domestik. Efek ganda yang berasal dari investasi memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Iklim investasi yang baik akan mendorong aktivitas perekonomian, penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan daya beli masyarakat yang kemudian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Kesinambungan ini dibutuhkan alur yang searah untuk dapat mencapai tujuan akhir yaitu kesejahteraan rakyat Indonesia.

Iklim investasi juga tidak lepas dari pengaruh keadaan ekonomi domestik dan global. Dinamika yang terjadi di dalam dan luar negeri berpengeruh terhadap naik atau turunnya tingkat ingkat investasi di Indonesia. Namun dengan perencanaan dan pelaksanaan terhadap  perbaikan iklim investasi akan dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Perbaikan-perbaikan bagi pelaksanaan investasi harus dapat direalisasikan, sehingga bagi semua pihak dapat merasakan dampak baik dari investasi yang tumbuh di Indonesia.

Peningkatan penyerapan APBN khususnya untuk Belanja Barang dan Belanja Modal

Pada PMK Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) belanja barang didefinisikan sebagai pengeluran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan.

Sedangkan definisi belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja dan bukan untuk dijual.

Peningkatan pada kedua jenis belanja tersebut artinya kebijakan fiskal melalui instrumen APBN mendukung percepatan pengembangan infrastuktur di Indonesia.

Pengendalian stabilitas net-export

Net Export adalah nilai ekspor dikurangi oleh nilai impor dalam satu tahun pada suatu negara. Ekspor suatu negara harus lebih besar daripada impor agar tidak terjadi defisit dalam neraca pembayaran. Oleh sebab itu pemerintah selalu berusaha mendorong ekspor melalui kebijakan ekspor dengan cara berikut :
  1. Diversifikasi Ekspor/Menambah Keragaman Barang Ekspor
  2. Subsidi Ekspor
  3. Premi Ekspor
  4. Devaluasi
  5. Meningkatkan Promosi Dagang ke Luar Negeri
  6. Menjaga Kestabilan Nilai Kurs Rupiah terhadap Mata Uang Asing
  7. Mengadakan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Internasional
Kegiatan impor di satu pihak dibutuhkan oleh suatu negara untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi di lain pihak dapat merugikan perkembangan industri dalam negeri. Agar tidak merugikan produk dalam negeri diperlukan adanya kebijakan impor untuk melindungi produk dalam negeri (proteksi) dengan cara berikut :
  1. Pengenaan Bea Masuk
  2. Kuota Impor
  3. Pengendalian Devisa
  4. Substitusi Impor
  5. Devaluasi

Peningkatan iklim yang kondusif untuk pembangunan sektoral

Upaya  memberikan kemudahan investasi, kepastian hukum dan jaminan keamanan, melalui perbaikan berbagai regulasi yang dikeluarkan akan memberikan dampak terhadap iklim investasi yang kondusif, sekaligus menciptakan stabilitas ekonomi dalam negeri dikarenakan dukungan investor dalam pembangunan ekonomi Indonesia, ditengah keterbatasan APBN,   menjadi pilihan strategi  yang tepat dalam membalikkan pelambatan ekonomi melalui optimalisasi dukungan investasi dalam mempercepat berbagai program pembangunan ekonomi produktif sektoral.

Pengendalian sistem ekonomi makro terhadap tingkat pengangguran (unemployment) dan kemiskinan (poverty)

Pengangguran terjadi karena jumlah tenaga kerja atau angkatan kerja melebihi tingkat kesempatan kerja yang tersedia. Berdasarkan tingkat pengangguran, dapat diketahui apakah perekonomian berada pada tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) atau tidak. Secara teoretis perekonomian dianggap mencapai tingkat kesempatan kerja penuh apabila tenaga kerja yang tersedia seluruhnya digunakan.

Pengangguran terjadi disebabkan karena adanya kesenjangan antara penyediaan lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang mencari pekerjaan. Pengangguran bisa juga terjadi meskipun jumlah kesempatan kerja tinggi akan tetapi terbatasnya informasi, perbedaan dasar keahlian yang tersedia dari yang dibutuhkan atau bahkan dengan sengaja memilih untuk menganggur.

Pengangguran selalu saja ada dalam suatu perekonomian, maka sebenarnya pengangguran itu bukanlah masalah berat dan membahayakan, karena sesuatu yang selalu ada dan bahkan harus selalu ada termasuk hal yang sangat menguntungkan bila bisa dikelola dengan baik dalam kondisi yang juga baik.

***

Relevansi New Public Management (NPM) dan keterkaitannya dengan pengembangan Sistem Informasi Keuangan Negara dalam meningkatkan pelayanan publik

Dasar berkembangnya gagasan New Public Management, doctrinal components of NPM dan characteristics of NPM,  keterkaitan dengan debirokrasi dan optimalisasi layanan publik (public services)

Manajerial Publik Baru (The New Public Management/NPM) lahir di awal tahun 1990-an, sebagai kritik dan perubahan pandangan dari metode pendekatan Manajerial Tradisional yang melihat bahwa model birokrasi yang dibangun dalam pendekatan Manajerial Tradisional telah rusak. Seperti halnya pada pendekatan Manajerial Tradisonal pada awal mulanya, penekanan pendekatan NPM terhadap administrasi publik adalah untuk memperbaiki kualitas dari sektor publik.

NPM seolah adalah jawaban dari retorika politik anti-pemerintah, kritik terhadap birokrat dan tidak adanya kebebasan pers yang menyebabkan administrasi publik sangat tidak kompeten dan tidak efektif. Penerapan administrasi publik dari sudut pandang Manajerial Tradisional pada akhirnya membuat masyarakat mencari sudut pandang dan model pendekatan administrasi yang baru untuk menyesuaikan perkembangan zaman.

Menurut David Osborne dan Ted Gaebler (Reinventing Government, 1992), ada beberapa alasan untuk mereformasi pandangan tersebut, yaitu: 
  1. Administrasi Publik harus fokus pada usaha mencapai tujuan dan bukan hanya menyesuaikan pada prosedur;
  2. Untuk mencapai tujuan, administrasi publik harus berorientasi pada pasar dan penyedian barang kebutuhan serta jasa;
  3. Publik harus dilihat sebagai costumer sehingga pemerintah harus lebih responsif dalam pemenuhan kebutuhan;
  4. Terkait pandangan mengenai orientasi pasar, fungsi yang dijalankan pemerintah adalah mengarahkan dan bukan mengatur;
  5. Pemerintahan harus diatur-ulang, sentralisasi birokrasi dalam hal kontrol terhadap penganggaran, kepegawaian, audit, pengadaan dan penganggaran tidak berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Keterlibatan pihak ketiga seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Perusahaan/Swasta harus dilibatkan dalam pelayanan, penerapan kebijakan dan pemberlakukan peraturan yang ada;
  6. Dengan adanya deregulasi dan berkurangnya peran sentral pemerintah, para pelayan publik/administrator publik harus berusaha lebih kreatif untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  7. Secara umum, administrasi publik harus berubah dari sifatnya yang kaku menjadi lebih fleksibel, inovatif, penekanan pada penyelesaian masalah, dan menciptakan jiwa usaha.

Implementasi NPM dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia

Perkembangan paradigma dalam ekonomi pembangunan di Indonesia berjalan sejalan dengan paradigma administrasi publik yang berkembang sejak dekade 1990-an hingga dekade 2000‑an, yaitu telah bergeser dari paradigma pengembangan administrasi semata (empowering the administration) kepada paradigma pemberdayaan masyarakat sebagai mitra dalarn administrasi publik (empowering the people to become partners in public administration). Paradigma perkembangan administrasi publik yang mengarah kepada demokratisasi administrasi publik merupakan perwujudan dari pergeseran paradigma government kepada paradigma governance.

Sebagai negara yang ingin menjadi negara yang maju, Indonesia berusaha menerapkan NPM meski ada sikap pesimis dari berbagai pihak mengenai kesanggupan penerapannya. Salah satu yang menonjol adalah Reformasi birokrasi Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam reformasinya, kedua instansi ini berfokus pada pilar-pilar yang menajpi pokok perubahan birokrasi.

Hubungan antara NPM dengan implementasi pengembangan Sistem Informasi Keuangan Negara

Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah menjadikan penyelenggaraan administrasi pernerintahan menjadi serba elektronik. Istilah e­government dan e‑governance merupakan cerminan dari penerapan teknologi informasi dalam administrasi publik. Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi maka dapat diprediksi bahwa di masa datang akan terjadi gelombang perubahan yang besar lagi dalam paradigma administrasi publik.

Sebagai penerapan dari NPM, Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksaan Keuangan menggunakan konsep Balanced Score Card, yaitu dengan membentuk strategy map dan key performence indicators (KPI) sebagai standar dan alat pengukuran kinerja. Bisa dikatakan bahwa dalam konsepnya kedua instansi ini sukses, hanya saja dalam pelaksanaanya dirasa masih setengah hati, terllihat dari belum sinkronnya antara program dengan strategi yang dibentuk, juga antara program dengan KPI, terlebih pada anggarannya ada format DIPA. Hal ini saling berkaitan, karena money follow functions. Ketika strategi, program beserta KPI-nya terbentuk secara rapi, maka tentunya anggaran akan mengikuti mekanisme tersebut.

Diskontinuitas Teknologi (technological discontinuity)

Perkembangan bersifat diskontinuitas atau tidak berkesinambungan merupakan proses perkembangan yang melibatkan proses-proses berbeda secara kualitatif. Perubahan-perubahan seseorang terjadi secara tiba-tiba dari suatu tahap ke tahap berikutnya. Jadi, memang sangat berbeda dengan perkembangan kontinuitas tadi yang tahapannya saling mempengaruhi.

Sejak tahun 1970‑an di awal era pemerintahan Orde Baru Soeharto, Indonesia mencoba merintis untuk mempraktekkan administrasi publik. Pada masa itu, perkembangan kajian Administrasi Negara (atau Administrasi Publik) terkait erat dengan paradigma pernbangunan yang saat itu mulai diterapkan di Indonesia. Maka pada periode awal tahun 1970‑an dikembangkan konsep administrasi publik yang dikenal dengan Administrasi Pembangunan. Padahal, terdapat perbedaan antara kedua konsep ini. Bintoro, Tjokroarnidjojo dalam bukunya Pengantar Administrasi Pembangunan, mengemukakan bahwa administrasi pembangunan mempunyai ciri‑ciri yang lebih maju daripada administrasi negara.

Pembedaan ciri yang tersebut menimbulkan kesan seolah‑olah administrasi publik tidak menaruh perhatian pada pembaharuan yang dinamis, dan hanya melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan rutin yang statis dan sempit. Padahal, sebagaimana perkembangan konsepsi yang berlangsung di Amerika Serikat, jelas bahwa administrasi publik memiliki dinamika perkembangan tersendiri yang adaptif terhadap tuntutan perubahan sosial dan isu‑isu baru di masyarakat.

Sebagai negara yang berusaha menerapkan NPM, setelah masa reformasi, Pemerintah Indonesia berusaha menerapkan diskontinuitas teknologi pada pemerintahan seperti berkembangnya kebijakan berprinsip pada e-governance.

Cash-flow behavior terkait dengan pengembangan sistem baru

Dengan diberlakukannya kebijakan terkait pengembangan sistem baru akan membuat prioritas kebijakan fiskal Pemerintah akan dominan pada pembiayaan program dan kegiatan persiapan implementasi pada system tersebut. Pembiayaan tersebut bisa berupa belanja modal/barang pendukung system baru maupun biaya pelatihan operator system.

Saran dan gagasan Saudara terkait pengembangan layanan publik berbasis NPM ke depan

Nilai-nilai utama pada pendekatan NPM adalah berorientasi pada hasil, fokus kepada pelayanan publik, pemberdayaan para pegawai/pelayan publik, kewirausahaan, dan tumbuhnya pengalihan bisnis (outsourcing). Beberapa karakteristik dalam pandangan NPM harus dibentuk dalam kerangka sebagai berikut:
a. Struktur Organisasi
Unit-unit organisasi administrasi publik berorientasi pada pelayanan masyarakat sehingga lebih kompetitif dan menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana perusahaan pada umumnya. Konsekuensinya adalah struktur organisasi bukan lagi vertikal seperti halnya birokrasi, namun hierarki yang ada menjadi lebih rendah dan setara. Batasan yang ada antara organisasi/lembaga pemerintah dengan masyarakat menjadi lebih cair karena lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

b. Pandangan terhadap Individu
NPM melihar individu/masyarakat sebagai costumer. Costumer di sini dapat berupa lembaga, pemerintahan itu sendiri (internal costumer) serta organisasi swasta. Pemenuhan kebutuhan masyarakat mau tidak mau membuat pemerintahan bertransformasi menjadi lebih berorientasi bisnis.  
c. Pendekatan Kognitif
Pendekatan pada NPM lebih didasarkan pada tahapan teori,observasi,pengukuran dan uji-coba, namun dapat juga bersifat pragmatis untuk menguji apakah teori tersebut dapat diterapkan atau tidak. Pengujian teori didasarkan pada benchmark permasalahan publik seperti tingkat kriminalitas, kehamilan pada remaja, kematian bayi serta tingkat putus sekolah, yang hasilnya digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan administrasi publik itu sendiri.

d. Budgeting (penganggaran)
Fokus penganggaran berfokus pada produktifitas pelayanan dan penegakkan peraturan (output) dan hasil (outcome), daripada input seperti personil administrator maupun peralatan. Penganggaran lebih melihat kepada kinerja dan sangat bergantung pada pasar. Penganggaran yang ideal menurut NPM yang pertama adalah untuk memungkinkan lembaga administrasi untuk mengatur budget untuk dialokasikan pada apa yang menurut mereka dapat menghasilkan capaian yang terbaik; dan yang kedua adalah memiliki jiwa kewirausahaan dalam mengembangkan pasar sehingga dapat menghasilkan biaya/harga yang lebih kompetitif.

e. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan didasarkan pada sifat cepat-tanggap (responsif) pada harapan masyarakat, tingkat kinerja dan efektifitas biaya. Secara umum, pengambilan keputusan pada NPM bersifat desentralistik.

***

Sistem dan urgensi Pengelolaan Kas Negara (state cash management) dalam mewujudkan tata kelola Keuangan Negara sesuai dengan best pactice di Indonesia

Pengertian dan tujuan state cash management

Pengelolaan Kas Negara (state cash management) didefinisikan sebagai pengoptimasian penggunaan kas sebagai aktiva. Hal ini berarti tidak boleh terjadi kegagalan pemakaian kas, dan pengawasan terhadap posisi kas.

Tujuan manajemen kas meliputi 2 hal, yaitu likuiditas dan earning. 
  • Likuiditas merupakan manajemen harus secara sadar menjaga likuiditas dan jumlah kas yang harus ada dalam perusahaan.
  • Earning merupakan tiap pengeluaran perusahaan harus diarahkan untuk mendapatkan kemungkinan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan kas yang dikeluarkan. Selain itu manajemen harus menjamin pembayaran dilakukan secara ekonomis.

Pengertian Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana dan Perencanaan Kas (Cash Planning)

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 277/PMK.05/2014 Tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas, ketiganya dijelaskan sebagai berikut:

Rencana Penarikan Dana (RPD) adalah rencana penarikan kebutuhan dana yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan satuan kerja dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.

Rencana Penerimaan Dana adalah rencana penyetoran penerimaan yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.

Perencanaan Kas adalah akumulasi RPD Harian, Rencana Penerimaan Dana, dan Proyeksi Pengeluaran/Penerimaan Unit Eselon I Kementerian Keuangan selama periode tertentu dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dituangkan dalam Perencanaan Kas Pemerintah Pusat.

Efektivitas tata cara penarikan pinjaman dalam/luar negeri (dengan menggunakan skema: a) Pinjaman Program; b) Pinjaman dengan mekanisme Rekening Khusus/Special Account/Designated Account); c) Pembiayaan Pendahuluan /Pre Financing; d) Pembayaran Langsung /Direct Payment; DAN e) Letter of Credit (L/C))

Mekanisme penarikan Pinjaman Luar Negeri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Sesuai PMK tersebut tata cara penarikan pinjaman luar negeri dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri dilakukan melalui: 
  1. Transfer ke Rekening Kas Umum Negara; 
  2. Pembayaran langsung; 
  3. Rekening khusus; 
  4. Letter of Credit (L/C); atau 
  5. Pembiayaan pendahuluan. 
Efektifitas pencapaian Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) terkait pinjaman luar negeri dipengaruhi oleh kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri, kemampuan daya serap pelaksana kegiatan, dan alokasi rupiah murni yang dialokasikan dalam anggaran kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Sistem Informasi terkait Pengelolaan Kas Negara

Dalam pengelolaan kas negara, setiap Kementerian/Lembaga mempergunakan aplikasi bernama Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang terintegrasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) pada Kementerian Keuangan dalam suatu kesatuan sistem informasi pengelolaan keuangan yang terintegrasi (Integrated Financial Management Information System/ IFMIS).

Optimalisasi Pengelolaan Kas dihubungkan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan sesuai best practices

Dengan diberlakukannya SPAN dan SAKTI dalam pengelolaan anggaran dan perbendaharaan kas negara, Indonesia sudah berusaha mengelola keuangannya sesuai best practice seperti yang diterapkan pada negara-negara maju.

Esensi pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, dan Konsepsi Kerugian Negara dalam Pengelolaan Kas dan Keuangan Negara

Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima.

Meningkatnya kegiatan perekonomian nasional merupakan salah satu faktor utama dalam upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap iklim usaha di Indonesia. Meningkatnya kepercayaan masyarakat tersebut antara lain tercermin dari arus transaksi perpindahan Dana yang terus menunjukkan peningkatan tidak saja dari sisi jumlah transaksi, tetapi juga dari sisi nilai nominal transaksinya. Selain faktor kelancaran dan kenyamanan dalam pelaksanaan Transfer Dana, faktor kepastian dan pelindungan hukum bagi para pihak terkait juga merupakan faktor utama dalam Transfer Dana. Untuk mewujudkan upaya tersebut dan dalam rangka mencapai tujuan akhir untuk menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran, perlu adanya peraturan yang komprehensif tentang kegiatan Transfer Dana. Belum adanya peraturan yang komprehensif dalam bentuk undang-undang yang mengatur kegiatan Transfer Dana mengakibatkan permasalahan yang timbul dalam kegiatan Transfer Dana pada saat ini terkendala dalam penyelesaiannya. Di sisi lain, perkembangan perekonomian internasional sudah semakin terintegrasi dengan pasar keuangan global. Pergerakan Dana secara lintas batas (cross border) telah menjadi kebutuhan para pelaku ekonomi dunia dan menuntut adanya pemanfaatan yang optimal atas kondisi tersebut dari pemerintah dan otoritas yang berwenang sebagai salah satu upaya dalam memajukan perekonomian nasional.

Sebagai suatu transaksi yang bersifat universal, kegiatan Transfer Dana semakin melibatkan banyak pihak, baik pihak dalam negeri maupun luar negeri. Pihak luar negeri sebagai mitra pelaku usaha dalam negeri perlu mendapat keyakinan terkait dengan kelancaran dan keamanan pelaksanaan Transfer Dana di Indonesia. Jaminan tersedianya peraturan perundang-undangan yang memadai tentang kegiatan Transfer Dana sangat diperlukan tidak hanya untuk pihak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

Saran-saran Saudara terkait optimalisasi pengelolaan Kas Negara ke depan

Manajemen pengelolaan kas dilaksanakan dengan memperhatikan potensi atau peluang-peluang return (maximize return) dan meminimalisir biaya (cost of fund) yang ada di pasar uang. Tujuannya adalah meminimalkan idle cash dengan melakukan penempatan dan investasi, mendapatkan sumber pembiayaan yang paling efisien, mempercepat penyetoran penerimaan negara, dan melakukan pembayaran tepat waktu.

Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat memanfaatkan idle cash secara optimal, tidak hanya bergantung pada remunerasi dari Bank Indonesia, namun dapat mencari peluang optimalisasi kas melalui penempatan dana di Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN), investasi pada SBN, investasi di Pasar Valuta Asing, maupun investasi pada turunan pasar uang lainnya. 

Selain itu, menerapkan Treasury Dealing Room sesuai dasar hukum, tujuan dan transaksi, proses bisnis, kerangka koordinasi, dan model operasinya. Diharapkan dengan Treasury Dealing Room, proses pengelolaan likuiditas menjadi lebih baik serta terciptanya minimalisasi risiko dan biaya, optimalisasi return, transparan, akuntabel serta terkendali.

***

Daftar Pustaka:

  1. http://www.wikiapbn.org/sistem-perbendaharaan-dan-anggaran-negara/ diunduh pada 14 Maret 2017
  2. http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/berita/artikel,-wawancara-opini/1581-cash-and-debt-management-kebutuhan-untuk-meminimumkan-total-cost-of-holding-cash-pemerintah.html diunduh pada  Maret 2017
  3. http://www.wikiapbn.org/sistem-perbendaharaan-dan-anggaran-negara/ diunduh pada 14 Maret 2017
  4. http://www.kemenkeu.go.id/mpng2 diunduh pada 14 Maret 2017
  5. http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/profil/modernisasi-pengelolaan-keuangan-negara/treasury-single-account-tsa.html diunduh 15 Maret 2017
  6. Guide on the Side - Richard Saul Wurman: Information Architect Pioneer seperti dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_informasi diunduh pada 18 Maret 2017
  7. Sebagaimana dikutip dalam Public Administration, Sixth Edition, Davif H. Rosenbloom dan Robert S. Kravchuk, Chapter 1, hal. 19.

***
(*) Saat artikel ini ditulis pada bulan Maret 2017, penulis adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), penulis 4 buku pengembangan diri/motivasi, 3 seri novel misteri berjudul 'Keepo' dan mahasiswa magister manajemen keuangan negara pada STIA-LAN Jakarta.
Pada dunia kepenulisan ia dikenal juga dengan nama pena Kim-Ara 김 아라.
“Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan bagi anak bangsa”
Pertanyaan dan Jawaban Seputar Sistem Informasi Keuangan Negara dan Barang Milik Negara Pertanyaan dan Jawaban Seputar Sistem Informasi Keuangan Negara dan Barang Milik Negara Reviewed by Santana Primaraya on 9:25:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.